Minggu, 30 November 2014

Quiz untuk GA novel Astilbe (2)



CINTA TANPA KATA

            “Gue mau kok jadi pacar lo!”
            Kata-kata itu terus saja terngiang dikepala Nessa. Walau sebenarnya dia tau kalimat itu hanya bahan becandaannya Danar, tapi bagi Nessa itu seperti sebuah keseriusan. Kejandian itu terjadi dua minggu lalu saat Nessa sedang didera kegalauan setelah beberapa hari pasca putus dari pacaranya. Dan saat itu Nessa sedang mengerjakan tugas kelompok yang kebetulan dia sekelompok dengan Danar. Karena Nessa sama sekali nggak konsentrasi dengan tugasnya, akhirnya kata-kata itu keluar dari mulut Danar.
            “Gue tau lo baru putus, tapi coba dong lo propesional dikit.”
            “Lo nggak pernah ngerti sih perasaaan cewek!”
            “Karena gue bukan cewek. Eh tapi, gue mau kok jadi pacar lo asal lo bisa konsentrasi sama tugas kita,” kata Danar sambil tersenyum jail.
            Mata Nessa terbelalak kaget. Tapi sedetik kemudian dia tersadar. “Enak banget lo ngomongnya,” katanya jutek.
             Dan setelah hari itu sampai sekarang ini, kejadian itu seprtinya sama sekali nggak pernah terjadi bagi Danar. Bukutinya, setelah tugas kelompok itu selesai, Danar sudah kembali lagi jadi makhluk penjaga gunung es yang dinginnya bahkan melebihi suhu gunung es itu. Sikapnya masih sama seperti dua bulan lalu saat dia pertama kali muncul didepan Nessa, dan menjadi siswa baru dikelasnya.
            Namun enggak bagi Nessa, setelah kalimat itu keluar dari mulut Danar, dia merasakan ada sepercik harapan tentang rasa liar yang sudah menghantuinya sejak pertama melihat Danar. Dulu. Tapi sayangnya waktu itu Nessa tidak bisa apa-apa. Nessa sudah punya cowok. Tapi, apa untuk saat ini rasa itu bisa dicoba? Entahlah, tapi untuk saat ini Nessa tidak bisa berbohong tentang rasanya. Rasa itu kini semakin meluas, namun sayangnya lagi-lagi dia hanya diam. Nessa tak tau harus melakukan apa. Dia tidak mau terjatuh saat lukanya masih belum cukup tepat untuk dibilang pulih.
***
            Setahun hampir berlalu. Nessa sudah terlalu jauh mengenal Danar, dan rasa itu juga sudah menjalar entah kemana. Namun, rasa hanya sekedar rasa tanpa berani menyatakan. Beberapa minggu terakhir ini saat Danar jarang terlihat disekolah, rasa itu malah membuat Nessa tak pernah tenang disekolah. Nessa merasa ada sesuatu yang sepertinya terjadi pada Danar. Mungkin dia sakit.
            Dan kemudian apa yang selama ini ditakuti Nessa terjadi. Saat kenyataan itu didapanti, Nessa merasakan dadanya seperti tertusuk. Bahkan lebih sakit dari waktu dia diputuskan pacaranya atau bahkan saat dia merasakan rasa sendiri yang setiap saat selalu membuatnya tak pernah tenang. Tapi ini, Nessa sungguh tak bisa menerima.
            Danar, orang itu yang selama setahun ini membuat hidupnya tak pernah tenang, memebuat hari-hari disekolahnya terkadang menyenangkan dan terkadang juga menjengkelkan karena sifat dingin dan cueknya. Kini dia sedang terbaring lemah dirumah sakit. Satu penyakit mematikan telah hadir didalam tubuhnya. Dokter mendiaknosis bahwa Danar mengidap kanker hati stadium akhir dan harus segera dioperasi sebelum menyebar keseluruh tubuhnya.
            “Lo pasti senengkan karena disekolah nggak ada yang bikin hari-hari lo menjengkelkan lagi?” Danar tersenyum usil saat mengatakaan itu.
            Nessa menghapus air mata yang tadi mulai membahi pipinya. Dengan sebel dia menatap Danar setelah kata-kata itu keluar daru mulut cowok itu.
            “Lo nggak usah pura-pura nangis deh, gue tau kok.”
            Lagi-lagi Nessa tak habis pikir dengan cowok yang sedang terbaring didepannya ini. “Gue nggak tau selain ini ada penyakit apalagi yang ada ditubuh lo. Bahkan disaat seperti ini lo masih aja menjengkelkan,” kata Nessa akhirnya.
            Danar tertawa mendengar kata-kata Nessa, namun dihatinya seperti ada sesuatu yang terbersit. Dan kemudian sikapnya seakan berubah serius. “Setelah ini lo boleh ngelakuin apa aja. Asal jangan lo kasihani gue, gue nggak suka.”
            Kata-kata terakhir Danar itu yang akhirnya membuat Nessa terdiam tanpa tau harus mengtakan apa. Nessa hanya merasakan dia tak mau kehilangan Danar. Ada detak yang tak bisa dihentikan saat dia bersama Danar. Namun saat dia teringat keadaan Danar, saat itu juga dia merasakan ada detak yang seakan mati. Tapi yang pasti rasa itu sama sekali tak pernah berkurang dalam hati Nessa. Malah hampir menggila saat melihat keadaan Danar yang seperti itu, bahkan hampir saja dia berbuat nekat. Mengatakannya pada Danar!     
***
            Seminggu telah berlalu, dan keadaan Danar waktu itu masih saja menghantui pikiran Nessa hingga dia tak bisa fokus belajar. Pulang sekolah nanti dia berencana menjenguk Danar lagi. Namun sesaat kemudian rencananya hanya tinggal rencana. Mau menjenguk siapa dirumah sakit kalo orang yang ingin dijenguk sudak berada ditempat lain. Danar. Dengan seragam putih abu-abunya lengkap dengan ransel hitam, berdiri tepat didepannya sambil menyunggingkan senyum. Danar masuk sekolah!
            “Lo….” Ucapan Nessa terhenti saat Danar menempelkan telunjuknya dibibir Nessa.
            “Entar aja bisa? Udah bel nih,” katanya pelan.
            Sesaat kemudian guru jam pelajaran pertama pun masuk. Dan saat itulah memori otak Nessa kembali berputar saat melihat kertas-kertas yang dibawa bu Eva. Soal ulangan Matematika. Kedua mata Nessa terbelalak saat teringat kata bu Eva minggu lalu bahwa hari ini mereka ada ulangan dan Nessa sama sekali nggak belajar. Mampus gue! katanya dalam hati.
            “Seharusnya lo berterima kasih sama gue, karena hari ini gue sekolah kertas ulangan lo tadi nggak selurunya kosong, kan?” Danar tiba-tiba saja sudah berdiri disamping Nessa yang sedang duduk ditaman.
            “Gue nggak minta tuh!”
            “Oke! Tadi memang gue sendiri yang ngasih, karena gue nggak mau ikutan malu karena nilai ulangan teman sebangku gue dibawah standar semua. Seenggaknya satu pelajaran cukup.”
            “Eh, siapa bilang nilai pelajaran gue jelek semua?”
            “Cuma tebakan. Kalo gitu gue balik, jangan cari gue!”
            “Siapa juga yang bakal nyariin lo!”
            Setelah kejadian itu Danar kembali menghilang. Dia tak penah sekolah lagi, dalam beberapa hari itu satu pun tak ada kabarnya kalo pun dia dirawat dirumah sakit lagi. Hingga kemudian satu kenyataan lagi kembali harus diterima Nessa.
            “Danar… Danar sudah tiada. Danar baru saja meninggal.” Itu kabar yang dia dapat dari Mamanya Danar. Dengan seketika tubuh Nessa melemas. Bahkan sampai saat dia berada di tempat pengistirahatan terakhir Danar, air matanya tak habis-habisnya mengalir. Nessa terus terisak.
            Nessa menangis untuk orang yang pernah membuatnya berharap. Untuk orang yang pernah menumbuhkan rasa dihatinya. Untuk orang yang sempat dia cintai namun tak sempat untuk dimiliki, dan bahkan kata cinta itu tak sempat terucap.
            Sekarang orang itu telah tiada. Danar sudah kembali padanya. Dia sudah tak termiliki, nggak hanya untuk Nessa, namun untuk semua yang dulu pernah memiliki Danar. Danar sudah kembali kepada yang berhak memilikinya. Terkadang dalam hidup memang harus begini, mencintai tanpa harus memiliki. Namun dalam hati Nessa, nama Danar tetap akan tersimpat rapi. Juga tentang kenangan sesaat yang pernah mereka lewati, terutama kenangan bagi Nessa sendiri. Karena selama ini dia yang berharap, dia yang mencintai dan sekarang dia yang kehilangan. Selama ini Nessa cinta sendiri dalam diam. Dan pada akhirnya, sekarang pun dia harus mencintaai tampa bisa memiliki bahkan untuk sekedar bertemu. nessa harus bisa hidup dengan takdirnya tanpa Danar, toh juga sebelumnua dia tidak mengenal Danar.

=THE END=

Tidak ada komentar:

Posting Komentar