Dani
menatap gelisah layar ponselnya yang dari tadi tanpa cahaya apa-apa. Hanya
gelap. Tanpa ada panggilan atau pun sms yang masuk. Entah apa yang sedang
dipikirkannya, yang jelas mukanya terlihat sangat khawatir siang itu. Sekrang
dia sedang berada di sebuah Kafe dekat hotel penginapannya di pusat kota New
York. Sudah sejak 15 menit lalu dia menunggu kedua temannya yang sama-sama
berasal dari Indonesia.
“Gimana?
Udah ada kabar dari pak Yunus?” suara seorang cewek dari belakangnya membuat
Dani menoleh.
Dani
menggeleng lemah. “Belum.”
Orang
yang ditunggu Dani adalah Indra dan Riska. Ketiganya saat itu memutuskan makan
siang diluar sekaligus membahas perihal kedatangan mereka ke New York atas
permintaan pak Yunus..
“Udah
kamu coba hubungin dia?” tanya Indra membuka pembicaraan.
“Nomornya
nggak aktif.”
“Terus
kita harus gimana?” Riska mulai kelihatan khawatir.
“Terpaksa
kita harus nunggu beliau. Lagi pula yang minta kita kesini kan pak Yunus, dan
kita sama sekali belum tau kenapa kita diajakain kesini. Yang kita tau hanya
untuk menyelamatkan salah satu kaum tounche yang diculik.” Jelas Dani.
“Tunggu!”
Kata Riska tiba-tiba membuat yang lainnya menoleh.
“Ada
apa?”
“Apa
mungkin tounche yang diculik itu pak Yunus?” tebaknya kemudian.
Indra
dan dani terdiam sesaat. “Maksudnya, kita sedang dikerjain lagi?” tanya
keduanya hampir berbarengan.
“Yang
benar saja?” kata Indra tak percaya.
“Ya,
kan siapa tau. Buktinya, kemaren aja yang jemput kita sopirnya, kan? Dari sejak
kita tiba dibandara, pak Yunus udah nggak ada kabar.” Simpul Riska lagi menguatkan
kecurigaannya.
“Iya
juga sih, sekarang aja ponselnya malah nggak aktif.” Kata Dani akhirnya.
“Aku
rasa pak Yunus nggak sebodoh itu mengulangi hal yang sama yang pernah dilakukan
sebelumnya.” Ucap Indra skeptis.
“Maksudmu?”
tanya Riska tak mengerti.
“Aku
rasa kamu juga tau maksudku.”
Riska
hanya cemberut mendengar jawaban orang yang sekarang ini menjadi bagian dari
hidupnya. Tidak hanya sebagai sesama kaum touche, tapi juga bagian dari
hatinya. Tapi ini bukan saat yang tepat untuk mempermasalahkan Indra, ada yang
lebih penting lagi dari itu. Dan sekarang ketiganya harus bisa merelakan masa
liburan sekolah mereka itu tugas ini. Demi kaum tounche!
“Apa
mungkin pak Yunus memang diculik? Dan pelakunya adalah penculik kaum tounche
yang sama?” tanya Dani kemudian.
“Maksudmu,
mereka menculik pak Yunus karena beliau ingin menyelamatkan sanderaan mereka?”
Riska juga ikut bertanya. “Itu artinya mereka juga tau keberadaan kita?”
Indra
dan Dani terdiam mendengar ucapan Riska. Dibenak mereka juga bermunculan
pertanyaan seperti itu.
“Jangan
aneh-aneh kamu, Dra.” Kata Dani kemudian.
“Lalu
kita harus gimana?” Riska semakin khawatir.
“Aku
tidak tau. Sebaiknya kita jangan dulu mengambil kesimpulan sendiri, kita tunggu
kabar dari pak Yunus sampe besok. Setalah itu baru kita putuskan.” Indra
akhirnya memutuskan.
“Ya
sudah kalo begitu.”
Ketiganya
menghela nafas berat bersamaan, lalu dengan tanpa minat mulai menyantap pesanan
masing-masing.
***
“Sebenarnya
kau mau kemana sih?” Karen bertanya kesel pada Hiro yang dari tadi tak
memberinya tujuan kemana dia akan pergi.
“Kau
hanya perlu menyetir saja, nanti kalo sudah dekat aku kasih tau tempatnya.”
Hanya itu yang Hiro katakan saat Karen bertanya sebelum berangkat tadi.
“Aku
tanya sekali lagi, kau mau kemana?” ualang Karen lagi.
“Sudah
kubilang, kan? Tugasmua hanya menyetir.”
“Apa
kau lupa, aku ini bukan sopirmu, tau?”
“Belok
kiri.” Kata Hiro kemudian tanpa memperdulikan ocehan Karen.
Karen
yang masih kesel hanya mengikuti perintah Hiro.
“Kau
mau kemana?” lagi-lagi Karen mengulang pertanyaan yang sama.
“Jalan
saja.”
Dalam
hati Karen terus merutuki Hiro yang dari dulu tak pernah berubah. terpaksa
Karen hanya bisa bersabar. Kalo bukan demi ayahnya, sudah dari dulu dia tidak
akan memperdulikan bocah songong disampinya ini lagi. soalnya Hiro selalu saja
mengancam, kalo bukan Karen yang menjemput dan mengurusi urusannya, Hiro tidak
mau lagi membantu kepolisian New York. Termasuk ayah Karen.
“Berhenti!”
Dengan
cepat Karen mengerem mobilnya yang melaju sedikit cepat, karena sibuk merutuki
Hiro dalam hati, dia jadi kaget saat Hiro menyuruhnya berhenti mendadak.
“Kebiasaan
banget sih, untung aku nggak jantungan.” Omel Karen kemudian.
Hiro
langsung membuka pintu dan turun tanpa menunggu Karen.
“Hey!
Tunnggu!” panggil Karen saat dilihanya Hiro langsung masuk kesebuah Kafe.
Keduannya
berjalan memasuki Kafe yang siang itu mulai terlihat rame. Pandangan Hiro
tertuju pada sebuah meja disudut kafe yang dihuni tiga orang. Lalu dia berjalan
mendekati meja itu. Karen yang masih bingung hanya bisa mengikuti Hiro tanpa
ada niat untuk bertanya.
“Apa
kau yang bernama Indra?” tanya Hiro pada cowok berkacamata yang sejak tadi
memandanginya.
“Ya,
ada apa?” tanya Indra agak bingung.
“Apa
kau kenal dengan Yunus King?” tanya Hiro lagi.
Kompak
Riska dan Dani menoleh.
“Apa
kau kenal dia?” tanya Dani antusias.
“Aku
rasa kau juga mendengar pertanyaanku tadi.” kata Hiro sinis.
“Kenapa
dengan pak Yunus?” tanya Indra.
“Aku
rasa kalian melupakan sesuatu. Apa kalian tidak berniat mempersilahkanku
duduk?”
“Oh,
maaf. Silahkan kau duduk dulu.” Indra meyadari kesalahnya, mengajak orang
bicara tanpa mempersilahkan duduk.
“Terimakasih.
Tapi ku Rasa tidak perlu, aku hanya ingin memberikan ini padamu.” Hiro mengeluarkan
sebuah amplop kuning dari saku jaketnya dan memberikan pada Indra.
Dengan
kening berkerut Indra menerimanya. “Apa ini?” tanyanya.
“Aku
tidak tau, tugasku hanya memberikannya padamu.”
“Lalu
dia kemana?” tanya Dani yang dari tadi hanya diam. Dani bisa merasakan cowok
bersama mereka saat ini sepertinya bukan orang sembarangan.
“Aku
juga tidak tau. Setelah memberikan itu padaku, aku tak tidak tau apa-apa lagi
tentangnya.”
“Tapi,
kenapa kau bisa tau kalo orang yang dimaksud pak Yunus adalah kami.” Tanya
Riska.
Hiro
tertawa sinis mendengarkan pertanyaan Riska.
“Kenapa
kalian tidak berpikir dulu sebelum bertanya?”
“Maksudmu?”
tanya Dani yang mulai merasakan hawa-hawa berbeda dari oarang yang sedang
berbicara bersama didepannya saat ini.
Lagi-lagi
Hiro tertawa sinis. “Ku rasa kalian tau maksudku. Coba kalian lihat tempat ini,
orang-orang disini dan lihat diri kalian. Yunus King mengatakan padaku kalo
orang yang harus kutemui adalah orang Asia, jadi akan sangat mudah bagiku
mengenal kalian.” kata Hiro menjelskan.
“Lalu
siapa namamu?” tanya Riska lagi.
“Tugasku
hanya ini, bukan berkenalan dengan kalian. lagi pula ku rasa itu tidak perlu.
Permisi.” Setelah mengatakan itu Hiro langsung melangkah pergi.
Karen
yang merasa tidak enak tersenyum malu pada ketiga orang didepannya.
“Maafkan
dia, mungkin udah sifatnay begitu. Oh iya, aku Karen dan yang tadi itu namanya
Hiro. Kalo begitu aku persimisi dulu.” Ucap Karen lalu berjalan mengikuti Hiro.
“Kenapa?”
tanya Dani panik saat melihat wajah Indra mengeras setelah membaca isi dari amplop
yang diberikan Hiro.
“Alamat
penculikan kaum touche yang dibilang pak Yunus.”
“Apa?”
seru Dani dan Riska bersamaan.
Setelah
mengatakan itu Indra langsung bangkit dari kursinya dan langsung berjalan cepat
kearah pintu keluar.
“Kau
mau kemana?” seru Dani saat melihat Indra pergi. Kemudian dia dan Riska
langsung menyusul Indra.
“Tunggu!”
panggil Indra. Hiro yang hendak masuk ke mobil langsung menoleh keasal suara.
Indra
berjalan cepat mendekati Hiro.
“Ada
apa?”
Indra
memberikan umplop kertas ditangannya pada Hiro. Ragu-ragu Hiro pun membuka dan
langsung tau apa isinya.
“Aku
rasa tidak bisa.” Kata Hiro kumudian.
“Disitu
tertulis jelas pesan pak Yunus, kau harus membantu kami menolong kaum touche
itu. Karena kau adalah petunjuknya, disitu pak Yunus bilang kalo kau juga kaum
touche yang bisa membaca identitas kimia dari benda yang kau sentuh. Hanya dengan
itu kita bisa menemukan petunjuk. Jadi, tolong kau mau kerja sama.” Indra terdengar
sedikit memohon.
Sejenak
Hiro seperti sedang berfikir. “Ya sudah kalo begitu. Akan ku coba.”
“Thanks.”
Kata Indra.
“Tapi
tunggu, apa kau juga touche?” tanya Hiro.
Indra
mengagguk. “Kenapa kau tau?”
“Sudah
ku duga. Sekarang saatnya kita laksanakan tugas ini.”
Hiro memutuskan
membantu Indra dan teman-temannya. Ini bukannya hanya sekedar permintaan pak
Yunus yang dulu pernah membantunya menolong Karen. Tapi lebih karena ini adalah
kerjasamanya dengan orang-orang yang bergolongan sama dengannya. Itu artinya
ini adalah misi menyelamatkan keluarga. Karena Hiro adalah touche, jadi Hiro
bertekad akan melakukan apapun untuk menyelamatkan sesama kaumnya.
Indra
juga demikian, kalo bukan karena pak Yunus bilang meminta mereka untuk menolong
kaum touche yang diculik, Indra lebih memilih menghabiskan waktu liburannya di
Indonesia. Tapi, Indra berubah pikiran saat pak Yunus bilang ada kaum Touche
yang diculik. Indra merasa semua kaum touche adalah orang yang penting baginya.
Bukan hanya karena dia sendiri adalah touche, tpi karena Indra merasa semua
kaum touche harus diperlakukan adil. Mereka juga manusia. Walau Indra tak
pernah mengalami kejadian seperti ini, tapi Indra sudah lebih dulu merasakan
ketidak adilan dalam keluarganya. Mungkin hanya dengan sesama kaum touche lah
Indra akan meraskan keadilan itu. Dia sudah punya Dani, Riska, pak Yunus, dan
sekarang mungkin Hiro. Tapi yaahh…. Kalo si songong itu mau sih.
Lho! Kok jadi aneh gini?
Biarlah! Yang penting udah ada Hiro. Maaf Minji ya,
Hiro ku pinjam buat Fanfic amburadul ini. ^^ :) :D
NB: Fanfiction ini diikut sertakan dalam #KuisFangirl
yang diadakan oleh @NovelAddict_ bersama penerbit spring dan Haru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar