Ngomongi
soal pengalaman patah hati sebenarnya adalah hal yang sulit sih buat gue
pribadi. Bukan nggak pernah patah hati, cuma bingung aja ya yang gue alamin
selama ini, itu patah hati atau hanya kecewa biasa doang. Kalau soal patah hati
karena cinta jujur sebenarnya gue belum pernah. Bukan belum pernah juga sih,
tapi ya kalau soal cinta gue cuma sekedar patah hati gitu-gitu aja. Kayak
misalnya ada cowok yang gue suka dan ternyata dia udah punya pacar, cuma gitu doang sih. Kalau patah
hati yang benar-benar patah karena cinta, semisal diselingkuhi lah, diputusin,
ditinggalin tanpa kepastian, Alhamdulillah gue belum ngalamin.
Tapi,
sebenarnya gue punya sih pengalaman patah hati yang benar-benar sakit dan bikin
kecewa. Masih bukan tentang cinta-cintaan juga, tapi sakitnya itu lebih dari
diputusih tiba-tiba juga kok. Menurut gue sih hehe..
Jadi,
kejadiannya itu masih belum lama ini, kira-kira sekitaran 4 bulanan yang lalu
lah. Ceritanya gini, waktu itu gue masih baru semester dua kuliah. Gue gabung
salah satu club perfilman di kampus. Sebenarnya belum club juga sih, cuma kayak
semacam tim kru film gitu. Masih baru juga, dan saat itu mereka lagi ngadain
rekrutment tim baru karena mau bikin project. Berhubung gue anak komunikasi dan
yang bikin club/kru film itu juga senior satu jurusan gue, gue sama teman-teman
sekelas pada ikutan.
Sekitaran
dua bulan kami itu belajar tentang dunia perfilm, mulai dari megang kamera,
teknik ngambil gambar, penulisan skenario, dan lain-lain segala hal yang
berhubung dengan film. Dua bulan itu pula kami mendapat banyak ilmu dari para
senior. Awalnya sebenarnya ini hanya rekrutmen kru, yaitu sebanyak 8 orang yang
akan diseleksi menjadi tim inti. Tapi, berhubung yang daftarnya bejibun, diluar
dugaan banget, jadi akhirnya kami semua yang ikut kelas pelatihan selama dua
bulanan itupun menjadi bagian tim. Setelahnya tim kru itu pun akhirnya
diresmikan menjadi sebuah club perfilman.
Jadi,
ya itu. Segitu aja cerita patah hatinya *di mana patah hatinya woy???* eh
belum, ya? Oke maap. Itu hanya cerita sekilas, baru masuk pengenalan *kayak
bikin cerpen aja gue*
P.S:
Sebelum mulai masuk ke bagian patah hatinya, sebaiknya siapin tisu dulu.
Oke.
Jadi, waktu itu setelah club resmi terbentuk, kami pun diberikan projek oleh
pak ketua untuk bikin film pendek yang akan diikutkan dalam lomba. Kami pun
dibagi dalam dua kelompok besar untuk membuat dua judul film yang berbeda.
Berhubung
kami clubnya masih atas nama kampus, jadi alat-alat yang digunakan pun pinjam
di kampus. Yang namanya punya kampus kan nggak bisa seenaknya kita pakai, punya
jadwal tersendiri. Lagian yang butuh alat itu bukan cuma gue sama teman-teman
doang, waktu itu kebetulan senior semester empat lagi ngadain stady tour dan
kunjungan media gitu. Jadi, ya dibawalah alat-alat lab yang semacam kamera,
tripot, dan lainnya yang dibutuhin. Otomatis kegiatan jadwal kami untuk syuting
pun tertunda karena kendala alatnya. Apalagi kami itu ada dua tim, jadi harus
bagi jadwal juga.
Akhirnya,
setelah para senior balik dari kunjungan ke media, alat lab pun balik. Waktu
itu kebetulan yang dapat jadwal shooting duluan itu tim gue. Karena deadline
lomba filmnya cuma tinggal sekitaran sebulan lagi, kami cuma dapat waktu
seminggu untuk meminjam alat-alat yang di lab kampus. Ditambah lagi saat itu
jadwal dan tugas kuliah lagi padat-padatnya juga tuh. Jadi, kami pun harus bisa
mengimbangin dan membagi waktu antara kuliah dan kegiatan yang lain. Apalagi
gue dan teman-teman kebanyakan masih semester dua, masih maba. Gila aja baru
semester seumuran biji jagung gitu udah main-main. Nggak mungkin banget.
Berhubung
ini film pendek dan jadwal kuliah kita nggak semua sama, jadi kami sepakati
jadwal shooting cukup tiga hari, yaitu mulai Jum'at sehabis salat Jum'at, Sabtu
dan Minggu. Tiga hari shooting pun akhirnya berjalan lancar. Walaupun banyak
yang harus dikorbanin, mulai dari harus rela pulang telat bahkan sampai
malam-malam masih di jalanan. Bangun pagi-pagi di dua hari libur
berturut-turut. Semuanya demi bisa tuntas shooting satu film dalam tiga hari
itu.
Gila,
capek banget. Dalam tiga hari itu, gue dan teman-teman benar-benar menguras
energi. Pulang-pulang lokasi langsung tepar aja. Baru tau ternyata bikin film
itu nggak segampang nontoninnya, yang kalau nggak suka tinggal ngata-ngatain
aja. Nggak tau kalau dibalik pembuatannya butuh banyak keringat yang harus
dikeluarin.
Proses
shooting pun akhirnya berlalu dan dilanjutkan dengan proses editing yang juga
nggak kalah repot, apalagi buat kita-kita ini yang lagi belajar, dan lagi ini
adalah pertama kali bikin film.
Nah,
disinilah mulai masuk bagian yang nggak enaknya. Kalian tau, pas proses
editing, gue dapat kabar dari teman gue yang menjadi editor kalau ada beberapa
scan dari film kita yang filenya hilang. Sumpah! Gue kecewa banget. Apalagi
alat-alat buat shootingnya lagi dipinjem kelompok lain yang baru dapat giliran,
nggak mungkin banget kita ganggu jadwal mereka.
Saat
itu keadaan benar-benar nggak berpihak pada kita. Bukan hanya nggak ada alat,
waktu juga lagi benar-benar penuh buat jadwal kuliah. Karena saat itu kampus
gue udah mulai UAS, makin susah buat cari jadwal yang pas. Dan lagi waktu
pengumpulan filmnya pun udah mepet banget.
Akhirnya
dengan sangat berat hati, film kami pun gagal diproduksi. Sumpah! Kecewa berat
gue *gila! Dalam satu postingan dua kali nyumpah gue*. Ini bahkan lebih
menyakitkan dari ditinggalin pacar pas lagi sayang-sayangnya. Gimana rasanya?
Ya mana gue tau, pacar aja kagak punya gue! Yang gue tau cuma hasil susah payah
ngeluarin keringat selama tiga hari itu nggak membuahkan hasil! Itu aja.
Kecewa?
Udah pasti, kan udah gue bilang kalo gue kecewa berat. Patah hati? Juga iya.
Patah hati banget gue. Sakit rasanya. *backsound lagu paling sedih sejagat raya*
Tapi,
dari semua itu gue dapat satu hal: seperti yang udah gue bilang sebelumnya
bahwa bikin film itu emang ribet, jadi untuk yang selama ini suka ngomong
"alah, paling ntar tahun baruan atau leberan tu film juga tayang di
tv" tiap ada film baru yang lagi tayang di bioskop, mending berhenti deh.
Sebelum
pada ngomong gitu, saran gue sih, mending kalian coba sendiri dulu bikin film
kalian sendiri. Biar pas orang udah bikin karya, nggak seenak jidatnya aja
berkomentar. Seenggaknya hargailah karya-karya anak bangsa dengan menonton film
Indonesia. Lagipula, tahun ini perfilman Indonesia udah lebih maju kok. Hal itu
terbukti dengan banyaknya film yang udah masuk box office lebih dari satu juta
penonton. Karena kalau bukan kita sendiri, siapa lagi yang akan menghargainnya.
Ya gak sih? *eh kok malah jadi promosiin perfilman gini sih?*
Okelah,
udah itu aja. Pokoknya bikin film itu gak gampang. Butuh kesabaran, gue sendiri
yang udah pernah merasakan gimana ribetnya jadi anak perfilman. *eh kok
endingnya gak nyambung gini?* Ya udahlah biar nggak makin ngawur, segitu aja
cerita patah hati terhebat yang pernah gue alami sejauh ini. Semoga nggak akan
ada lagi patah hati yang semenyakitkan atau bahkan lebih sakit dari ini.
Aamiin. Sekian.
Wassalam.
Ini nih, sampul novel Romeo Gadungan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar