Minggu, 11 September 2016

Sumpah, Patah Hati Banget!


            Ngomongi soal pengalaman patah hati sebenarnya adalah hal yang sulit sih buat gue pribadi. Bukan nggak pernah patah hati, cuma bingung aja ya yang gue alamin selama ini, itu patah hati atau hanya kecewa biasa doang. Kalau soal patah hati karena cinta jujur sebenarnya gue belum pernah. Bukan belum pernah juga sih, tapi ya kalau soal cinta gue cuma sekedar patah hati gitu-gitu aja. Kayak misalnya ada cowok yang gue suka dan ternyata dia udah punya pacar, cuma gitu doang sih. Kalau patah hati yang benar-benar patah karena cinta, semisal diselingkuhi lah, diputusin, ditinggalin tanpa kepastian, Alhamdulillah gue belum ngalamin.

            Tapi, sebenarnya gue punya sih pengalaman patah hati yang benar-benar sakit dan bikin kecewa. Masih bukan tentang cinta-cintaan juga, tapi sakitnya itu lebih dari diputusih tiba-tiba juga kok. Menurut gue sih hehe..

            Jadi, kejadiannya itu masih belum lama ini, kira-kira sekitaran 4 bulanan yang lalu lah. Ceritanya gini, waktu itu gue masih baru semester dua kuliah. Gue gabung salah satu club perfilman di kampus. Sebenarnya belum club juga sih, cuma kayak semacam tim kru film gitu. Masih baru juga, dan saat itu mereka lagi ngadain rekrutment tim baru karena mau bikin project. Berhubung gue anak komunikasi dan yang bikin club/kru film itu juga senior satu jurusan gue, gue sama teman-teman sekelas pada ikutan.

            Sekitaran dua bulan kami itu belajar tentang dunia perfilm, mulai dari megang kamera, teknik ngambil gambar, penulisan skenario, dan lain-lain segala hal yang berhubung dengan film. Dua bulan itu pula kami mendapat banyak ilmu dari para senior. Awalnya sebenarnya ini hanya rekrutmen kru, yaitu sebanyak 8 orang yang akan diseleksi menjadi tim inti. Tapi, berhubung yang daftarnya bejibun, diluar dugaan banget, jadi akhirnya kami semua yang ikut kelas pelatihan selama dua bulanan itupun menjadi bagian tim. Setelahnya tim kru itu pun akhirnya diresmikan menjadi sebuah club perfilman.

            Jadi, ya itu. Segitu aja cerita patah hatinya *di mana patah hatinya woy???* eh belum, ya? Oke maap. Itu hanya cerita sekilas, baru masuk pengenalan *kayak bikin cerpen aja gue*

            P.S: Sebelum mulai masuk ke bagian patah hatinya, sebaiknya siapin tisu dulu.

            Oke. Jadi, waktu itu setelah club resmi terbentuk, kami pun diberikan projek oleh pak ketua untuk bikin film pendek yang akan diikutkan dalam lomba. Kami pun dibagi dalam dua kelompok besar untuk membuat dua judul film yang berbeda.

            Berhubung kami clubnya masih atas nama kampus, jadi alat-alat yang digunakan pun pinjam di kampus. Yang namanya punya kampus kan nggak bisa seenaknya kita pakai, punya jadwal tersendiri. Lagian yang butuh alat itu bukan cuma gue sama teman-teman doang, waktu itu kebetulan senior semester empat lagi ngadain stady tour dan kunjungan media gitu. Jadi, ya dibawalah alat-alat lab yang semacam kamera, tripot, dan lainnya yang dibutuhin. Otomatis kegiatan jadwal kami untuk syuting pun tertunda karena kendala alatnya. Apalagi kami itu ada dua tim, jadi harus bagi jadwal juga.
            Akhirnya, setelah para senior balik dari kunjungan ke media, alat lab pun balik. Waktu itu kebetulan yang dapat jadwal shooting duluan itu tim gue. Karena deadline lomba filmnya cuma tinggal sekitaran sebulan lagi, kami cuma dapat waktu seminggu untuk meminjam alat-alat yang di lab kampus. Ditambah lagi saat itu jadwal dan tugas kuliah lagi padat-padatnya juga tuh. Jadi, kami pun harus bisa mengimbangin dan membagi waktu antara kuliah dan kegiatan yang lain. Apalagi gue dan teman-teman kebanyakan masih semester dua, masih maba. Gila aja baru semester seumuran biji jagung gitu udah main-main. Nggak mungkin banget.
            Berhubung ini film pendek dan jadwal kuliah kita nggak semua sama, jadi kami sepakati jadwal shooting cukup tiga hari, yaitu mulai Jum'at sehabis salat Jum'at, Sabtu dan Minggu. Tiga hari shooting pun akhirnya berjalan lancar. Walaupun banyak yang harus dikorbanin, mulai dari harus rela pulang telat bahkan sampai malam-malam masih di jalanan. Bangun pagi-pagi di dua hari libur berturut-turut. Semuanya demi bisa tuntas shooting satu film dalam tiga hari itu.
            Gila, capek banget. Dalam tiga hari itu, gue dan teman-teman benar-benar menguras energi. Pulang-pulang lokasi langsung tepar aja. Baru tau ternyata bikin film itu nggak segampang nontoninnya, yang kalau nggak suka tinggal ngata-ngatain aja. Nggak tau kalau dibalik pembuatannya butuh banyak keringat yang harus dikeluarin.
            Proses shooting pun akhirnya berlalu dan dilanjutkan dengan proses editing yang juga nggak kalah repot, apalagi buat kita-kita ini yang lagi belajar, dan lagi ini adalah pertama kali bikin film.
            Nah, disinilah mulai masuk bagian yang nggak enaknya. Kalian tau, pas proses editing, gue dapat kabar dari teman gue yang menjadi editor kalau ada beberapa scan dari film kita yang filenya hilang. Sumpah! Gue kecewa banget. Apalagi alat-alat buat shootingnya lagi dipinjem kelompok lain yang baru dapat giliran, nggak mungkin banget kita ganggu jadwal mereka.

            Saat itu keadaan benar-benar nggak berpihak pada kita. Bukan hanya nggak ada alat, waktu juga lagi benar-benar penuh buat jadwal kuliah. Karena saat itu kampus gue udah mulai UAS, makin susah buat cari jadwal yang pas. Dan lagi waktu pengumpulan filmnya pun udah mepet banget.
            Akhirnya dengan sangat berat hati, film kami pun gagal diproduksi. Sumpah! Kecewa berat gue *gila! Dalam satu postingan dua kali nyumpah gue*. Ini bahkan lebih menyakitkan dari ditinggalin pacar pas lagi sayang-sayangnya. Gimana rasanya? Ya mana gue tau, pacar aja kagak punya gue! Yang gue tau cuma hasil susah payah ngeluarin keringat selama tiga hari itu nggak membuahkan hasil! Itu aja.

            Kecewa? Udah pasti, kan udah gue bilang kalo gue kecewa berat. Patah hati? Juga iya. Patah hati banget gue. Sakit rasanya. *backsound lagu paling sedih sejagat raya*

            Tapi, dari semua itu gue dapat satu hal: seperti yang udah gue bilang sebelumnya bahwa bikin film itu emang ribet, jadi untuk yang selama ini suka ngomong "alah, paling ntar tahun baruan atau leberan tu film juga tayang di tv" tiap ada film baru yang lagi tayang di bioskop, mending berhenti deh.

            Sebelum pada ngomong gitu, saran gue sih, mending kalian coba sendiri dulu bikin film kalian sendiri. Biar pas orang udah bikin karya, nggak seenak jidatnya aja berkomentar. Seenggaknya hargailah karya-karya anak bangsa dengan menonton film Indonesia. Lagipula, tahun ini perfilman Indonesia udah lebih maju kok. Hal itu terbukti dengan banyaknya film yang udah masuk box office lebih dari satu juta penonton. Karena kalau bukan kita sendiri, siapa lagi yang akan menghargainnya. Ya gak sih? *eh kok malah jadi promosiin perfilman gini sih?*

            Okelah, udah itu aja. Pokoknya bikin film itu gak gampang. Butuh kesabaran, gue sendiri yang udah pernah merasakan gimana ribetnya jadi anak perfilman. *eh kok endingnya gak nyambung gini?* Ya udahlah biar nggak makin ngawur, segitu aja cerita patah hati terhebat yang pernah gue alami sejauh ini. Semoga nggak akan ada lagi patah hati yang semenyakitkan atau bahkan lebih sakit dari ini. Aamiin. Sekian.

            Wassalam.

Ini nih, sampul novel Romeo Gadungan


Tidak ada komentar:

Posting Komentar